Jumat, 18 Februari 2011

Revitalisasi dan Perubahan Sistem Kepramukaan

Pada Peringatan HUT Pramuka ke – 49 Presiden SBY menekankan perlu perubahan sistem kepramukaan sebagai wadah pembentukan watak dan budi pekerti luhur generasi muda. Pada HUT Pramuka ke – 45 Tahun 2006, Presiden SBY juga menegaskan perlu revitalisasi Gerakan Pramuka, sekaligus meminta para Menteri Kabinet Pembangunan I mendukung dan mensukseskan kegiatan Pramuka sebagai wadah pembinaan Generasi Muda. Menjadi pertanyaan bagi kita semua, sejauhmana revitalisasi sudah berjalan dan apakah perlu dilakukan perubahan sistem kepramukaan ?
Kedua pertanyaan ini memang perlu dikaji secara mendalam, agar Gerakan Pramuka dapat tetap eksis di tengah masyarakat Indonesia. Kita mengetahui bahwa Gerakan Pramuka yang lahir berdasarkan Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961, melalui sebuah kesepakatan para pimpinan kepanduan yang dipelopori oleh Sri Sultan Hamengku Buwomo IX dan persetujuan Presiden RI pertama Ir Soekarno sebagai satu – satunya wadah kepanduan di Indonesia. Sebagai wadah tunggal, organisasi kepanduan ini menyelenggarakan pendidikan non formal, yang kegiatannya diselenggarakan di alam bebas dan terbuka, yang mana kegiatan yang dilakukan tidak diperoleh di sekolah juga tidak didapat di rumah
Setelah empat tahun berjalan, revitalisai Gerakan Pramuka yang dicanangkan Presiden SBY menurut pendapat penulis belum berjalan sesuai harapan. Belum ada kegiatan yang berhasil (kuantitas dan kualitas) secara signifikan membawa organisasi Gerakan Pramuka sekarang lebih baik dari sebelumnya. Terutama kegiatan yang luar biasa, langsung maupun tidak langsung bermanfaat bagi masyarakat luas, kecuali kegiatan rutin seperti Jamboree dan sejenisnya.
Revitalisasi oleh Kwartir Nasional Gerakan Pramuka tengah berjuang mengenai legal formal Gerakan Pramuka agar bersandar pada konstitusi yang kuat atau undang undang, saat ini bersandar pada Keputusan Presiden. Dengan adanya legalisasi yang kuat diharapkan pembiayaan pengembangan Gerakan Pramuka menjadi tanggung jawab pemerintah melalui APBN maupun APBD.
Boleh-boleh saja, langkah strategis yang ditempuh pengurus Kwartir Nasional yang mengartikan revitalisasi dengan proses RUU Kepramukaan, tapi hemat penulis revitaliasi sebaiknya didahului semangat bersama – sama memposisikan Gerakan Pramuka pada tataran sesungguhnya.
Revitalisasi nilai dan sistem kependidikan kepramukaan lebih perlu daripada nilai hukum seperti yang sedang diperjuangkan sekarang. Saya yakin, jika nilai dan sistem kepramukaan bermanfaat (azaz manfaat) tinggi dinikmati masyarakat, maka pembiayaan kegiatan Pramuka pun akan teratasi dari swadaya masyarakat, dan ini berlaku juga di negara – negara lain yang bisa diambil sebagai contoh.
Enggan Jadi Pramuka
Ternyata, masih banyak generasi muda enggan masuk menjadi anggota Pramuka. Berbagai alasan yang menyatakan untuk itu, diantaranya tidak mempunyai daya tarik, kegiatannya tidak lebih dari yang pernah ada di sekolah. Bahkan ada yang mengaku Pramuka tidak punya nilai tambah, menyanyi dan menari serta baris-berbaris belaka, sehingga para orang tua pun kurang mendorong anaknya menjadi anggota Pramuka. Padahal, Pramuka wadah tunggal pembentukan watak dan budi pekerti yang luhur dan bermartabat di Republik tercinta
Gerakan Pramuka adalah bagian dari Word Scout Council atau Kepanduan Dunia yang sah dan bertanggung jawab menerapkan prinsip dasar kepanduan yang berlaku. Kedudukannya bersifat non governmental atau independen. Tidak dipengaruhi kekuatan politik maupun birokrasi. Gerakan Pramuka milik semua orang dan masyarakat Indonesia, yang dijalankan oleh para pembina baik sebagai pelatih maupun instruktur. Kegagalan Gerakan Pramuka adalah kegagalan para Pembina Pramuka dan sekaligus masyarakat lingkungannya, karena keberadaan Pramuka adalah tanggung jawab masyarakat bukan karena pemerintah apalagi partai politik, karena Pramuka tidak boleh berafiliasi dengan partai politik
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Alfian Malarangeng, ketika membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerakan Pramuka di Cibubur, Jakarta Timur, tanggal 23 April 2010 mengatakan bahwa Pemerintah mendukung sepenuhnya satu Pramuka untuk satu Indonesia. “Pemerintah mendukung satu (organisasi) Gerakan Pramuka untuk satu Indonesia”. Itu pernyataan wajar dan pasti.
Apalagi pernyataan Menpora itu sebagai jawaban dari adanya Gerakan Pramuka lainnya akan muncul di Republik tercinta ini? Jika hal ini terjadi, berarti kepanduan di Indonesia akan mundur 49 tahun, di mana kondisi seperti ini pernah terjadi pada era sebelum tahun 1961 (sebelum lahir Keppres No. 238 Tahun 1961) dan hemat penulis, hal ini jauh panggang dari api, karena secara organisatoris kalaupun ada (terjadi), ormas Kepanduan baru tersebut pasti tidak akan diakui oleh Kepanduan Dunia (World Scout Council) apalagi yang berbau politis dan tidak independen
Revitalisasi mestinya mengkaji mengapa masyarakat enggan mendorong putra-putrinya menjadi anggota pramuka. Para pembina Pramuka sebaiknya menggunakan momentum ini sebagai cermin untuk membangkitkan Gerakan Pramuka. Ada pergeseran paradigma pengembangan Gerakan Pramuka. Kini, para pembina cenderung menjadikan pramuka sebagai “ Scout for living “ dari pada scout for surviving. Di sisi lain, sebagian pengurus Kwartir Gerakan Pramuka di Pusat maupun di daerah masih dijabat oleh para birokrat, padahal dalam ketentuan prinsip dasar pramuka dunia (World Scout Council) para pengurus kwartir Gerakan Pramuka (council) adalah para kader Pramuka yang memiliki integritas dan dedikasi, serta se- orang panutan bagi masyarakatnya, bukan karena kedudukan dan juga bukan karena jabatannya dalam pemerintahan.
Dalam Gerakan Pramuka, para pejabat negara dan daerah diberi tempat duduk terhormat di Majelis Pembimbing Nasional maupun Daerah sebagai pendukung/pendamping berjalannya organisasi Pramuka, sehingga tidak ada alasan yang menyatakan pejabat itu juga anggota masyarakat yang bisa saja duduk dalam kepengurusan kepramukaan
Revitalisasi dan Perubahan Sistem
Revitalisasi dan perubahan sistem kepramukaan adalah syarat mutlak dalam pengembangan Gerakan Pramuka yang terpuruk akhir-akhir ini. Namun, prioritas revitalisasi dan perubahan sistem kepramukaan yang hendak dilakukan, harus secara transparan dan jelas, serta tidak bertentangan dengan prinsip dasar dan metodik kepramukaan. Maju mundurnya Gerakan Pramuka sangat erat kaitannya dengan nilai dan sistem kepramukaan yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan kepramukaan itu sendiri.
Dan kualitas kegiatan Pramuka adalah tanggung jawab para pembina pramuka, karena para pembina pramuka yang bertanggung jawab membimbing dan membina peserta didik dengan mengimplementasikan nilai dan sistem kepramukaan. Penulis sependapat, pengembangan gerakan pramuka pada saat ini harus dilakukan secara profesional termasuk kompetensi, dan sertifikasi serta registrasi seperti yang dikemukakan Presiden SBY pada HUT Pramuka ke – 49 beberapa hari yang lalu
Menurut hemat penulis, sebaiknya revitalisasi memposisikan kembali Pramuka back to basic. Gerakan Pramuka adalah tempat pengabdian bagi Pramuka dewasa (Scout for Surviving/pengabdian bukan job dan komersialisasi ) dan wadah pembinaan watak dan budi pekerti luhur untuk peserta didik/anak didik. Penggeseran nilai dan sistem kepramukaan akan membawa dampak bergesernya kepercayaan masyarakat terhadap Gerakan Pramuka sendiri.
Nilai dan sistem tidak bisa asal berubah – rubah, penyesuaian kondisi sosial dan budaya boleh terjadi, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip dasar kepanduan yang luhur. Boleh saja kegiatan Pramuka mengikuti perubahan zaman, akan tetapi ingat, perubahan karena penyesuaian tidak melupakan prinsip dasar dan metodik kepramukaan . Penulis berpendapat penekanan Presiden SBY agar dilakukan perubahan sistem kepramukaan dapat dipertimbangkan oleh para Pembina Pramuka dengan memperhatikan filosofi dan falsafah kepanduan yang berlaku secara universal. Semoga!
Dirgahayu Gerakan Pramuka ke-49, Jaya selama – lamanya. (Sumber: Suara Pembaruan, 18 Agustus 2010)


Artikel Terkait:

0 komentar: